Rakernas -_-"

Kamis, 23 Desember 2010

Tugas Karangan B.Indonesia


      Kisah Sedih di Hari Libur     

             Burung berkicau, menandakan pagi yang cerah. Badanku terasa sangat segar mengingat hari ini merupakan hari pertama liburan akhir semester genap. Awal liburan ini cukup ku habiskan di rumah. Menikmati sebuah ketenangan usai disibukkan oleh ujian, remidi, dan tugas-tugas yang diberikan oleh guru-guru di sekolah. Di rumah aku hanya tidur-tiduran, menonton TV, dan mengerjakan pekerjaan rumah yang ringan.
            Hari-hari liburku ku jalani dengan riang gembira. Banyak sekali aktifitas yang menyenangkan ku lakukan. Bahkan aku bisa bermain game sepuas hatiku untuk merefresingkan fikiranku. Berangkat sejak jam 7.30 pagi ke warnet, dan langsung ku buka sebuah aplikasi game online. Jam demi jam tak terasa ketika aku asyik memainkan game tersebut. Fikiranku terasa teramat segar saat itu, seolah-olah tak ada yang menghambatku untuk bersenang_senang.
            Sampai suatu pagi aku menerima sms dari Ketua OSIS SMAN 1 Bangil. Sms itu berisi bahwa para pengurus OSIS diharapkan berkumpul di sekolah jam 8.00 pagi untuk mendiskusikan masalah persiapan pelaksanaan MOS. Sekitar jam 7.45 aku bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Aku bergegas mandi dan bersiap untuk berangkat. Sekitar jam 8.10, aku berangkat dari rumah dengan pakaian bebas namun rapi seperti intruksi Ketua OSIS kita. Sesampainya disana kami para pengurus OSIS yang sudah hadir berkumpul di Student Center.
Rapat diawali dengan evaluasi kinerja OSIS mulai dari awal kepengurusan sampai saat  itu. Setelah itu rapat inti dimulai. Ketua OSIS membacakan susunan panitia keseluruhan. Di situ dibacakan aku terpilih menjadi Wakil Ketua Panitia MOS. Aku merasa cukup kaget mendengarnya. Tidak lama anak yang terpilih menjadi Ketua Panitia yang kebetulan tidak hadir dihubungi. Dari situ ternyata dia tidak menyanggupi untuk jabatannya. Sehingga aku sebagai wakil ketua dipilih menjadi ketua panitia meskipun sebenarnya aku tidak mampu. Sampai akhirnya aku resmi menjadi Ketua Panitia MOS tahun ajaran 2010-2011 meskipun melalui perdebatan yang cukupalot.
Dimulai sejak saat itu, hari-hari libur yang kudapat  sudah tidak terasa lagi. Liburanku hanya tersita untuk persiapan kegiatan MOS. Hampir setiap hari kuhabiskan disekolah untuk melaksanakan tanggung jawabku sebagai Ketua Panitia. Bahkan disaat  semua anak bersedih menjelang masuk sekolah, aku sudah tidak merasakannya lagi karena pada saat liburan aku sudah beraktifitas disekolah tak jauh beda seperti hari biasa. Bahkan sampai liburan berakhir aku masih sibuk dengan persiapan dan pelaksanaan MOS, sampai kami para pengurus OSIS harus rela meninggalkan pelajaran demi kesuksesan kegiatan MOS.   

Tugas Cerpen Bahasa Indonesia

Balada Gadis Desa


Kicau burung terdengar begitu merdu di rerimbunan pohon pinus, menambah kuatnya aroma desa Tosari di daerah pegunungan Tengger yang permai. Sejuknya udara dan harumnya aroma embun membuat semua orang terlena akan indahnya alam ciptaan Tuhan Yang Maha Memelihara, tak ada yang menyangkal akan hal itu. Dari ujung jalan pegunungan yang menikung, terlihat sosok seorang gadis seumuran ABG dengan baju lusuh membersihkan peluh dari dahinya. Tak disangka Yanti namanya, anak dari sepasang buruh tani sayur bernama Tedjo dan Surti sudah bekerja sepagi itu untuk membantu kedua orang tuanya di lahan perkebunan. Ia langkahkan kaki-kaki kurusnya itu untuk menjajaki jalan pegunungan yang menanjak sambil menenteng sebuah sepeda klaker menuju ke arah perkebunan tempat kedua orang tuanya bekerja.
Itulah kesehariannya, sebagai bungsu dari sepasang suami-istri yang bekerja sebagai buruh tani dengan penghasilan minim untuk menghidupi sebuah keluarga dengan  empat orang anak yang masih kecil-kecil. Titik, Yanto, dan Mahdi, itulah nama ketiga adik Yanti yang umurnyapun belum ada yang genap 12 tahun. Sedangkan Yanti yang sudah berumur 14 tahun haruslah ikut membanting tulang bersama kedua orang tuanya. Dia bekerja keras setiap hari layaknya orang dewasa yang telah kuat secara lahir dan batin untuk bertanggung jawab kepada keluarga.
Dari lubuk hatinya yang paling dalam sebenarnya tak ingin ia untuk mengerjakan keseharian yang ia lakukan itu. Berkelut dengan area perkebunan sayur demi mendapat sesuap nasi, sedangkan pada kebanyakan anak seumurannya harusnya sedang sibuk belajar pelajaran-pelajaran di sekolah. Namun apa daya, ia hanya bisa tersenyum garing sambil menjalani nasib yang ia dapatkan sekarang. Berusaha menjalani hidup dengan ikhlas dan tanpa adanya keinginan menggebu untuk memaksakan apa yang ia inginkan, yaitu mendapatkan pendidikan layak seperti pada beberapa tahun lalu pada saat ia mengenyang pendidikan di Sekolah Dasar. Namun dengan terpaksa ia harus terhenti karena faktor ekonomi.
Suatu waktu datang seorang mahasiswa dari kota, Fahri adalah seorang mahasiswa Fakultas Sosiologi dari Surabaya yang ingin melakukan penelitian untuk tugas akhir skripsi yang sedang ia kerjakan. Fahri sengaja pergi ke pedesaan di daerah pegunungan seperti desa Tosari  untuk meneliti bagaimana proses sosialisasi yang terjadi pada masyarakat desa. Sungguh merupakan suatu ironi bagi dirinya ketika ia melihat apa yang terjadi pada anak-anak ABG disana. Ketika ia melihat seorang gadis seumuran 16 yang berjalan sambil menggendong seorang balita, ia berbicara pada gadis itu dengan nada akrab yang merupakan bentuk adaptasinya pada tempat yang akan ia tinggali dalam beberapa waktu kedepan, ia berkata “dek, adik kamu itu lucu sekali”, kemudian sang gadis menjawab pada Fahri dengan pandangan asing “ma’af, ini anak saya”. Mendengar perkataan itu Fahri hanya bisa berdiri tercengang akan apa yang barusan ia dengar. Ia kaget melihat seorang gadis belia menggendong anak kecil yang ternyata itu adalah anak anak dari si gadis tadi. Sedangkan sang gadis desa yang ternyata sudah bukanlah seorang gadis lagi itu bergegas meninggalkan orang yang ia anggap asing itu.
Setelah itu ia lanjutkan perjalanannya menyusuri desa Tosari sambil mencari tempat yang mungkin ia jadikan tempat tinggal sementara selama ia melakukan penelitiannya. Di tengah perjalan ia menemukan sekumpulan buruh tani yang sedang bekerja. Kemudian ia coba untuk berbicara kepada salah satu diantara mereka, ia perkenalkan dirinya dan tujuannya ke desa itu kemudian ia bertanya tentang identitas sang buruh tani yang ia ajak bicara, “nama saya Tedjo, saya tinggal di sekitar sini” jawab buruh tani itu. Setelah itu dengan sungkan Fahri mengakatakan tujuan sebenarnya untuk mencari tempat tinggal sementara kepada orang itu, dengan senang hati  buruh tani itu menerima permintaan Fahri.
Sang buruh tanipun mengajak Fahri ke kediamannya. Ternyata itu adalah sebuah tempat singgah yang terlalu sederhana untuk ditinggali enam orang anggota keluarga ditambah Fahri. Namun bagaimana lagi, jarang untuk menemukan orang seperti Tedjo di desa itu  yang bersedia berbagi tempat tinggal bersama orang asing. Ketika ia melihat-lihat rumah sederhana itu matanya tertuju pada seorang gadis yang sedang memasak didapur sambil mengurusi dua orang anak kecil-kecil. Rasa penasarannya mendorong dirinya untuk bertanya kepada Surti, istri dari Tedjo tentang gadis yang ia temui di dapur. Ia bertanya berbagai macam hal tentang gadis itu terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan pemandangan yang telah ia lihat pada saat perjalanan tadi. Ternyata gadis itu adalah Yanti yang sedang mengurusi kedua adiknya yang buncit dan Yanti berbeda dengan kebanyakan gadis seumurannya, ia belum menikah. Namun Yanti memang sudah memiliki calon suami yang siap mempersuntingnya tinggal menunggu masalah waktu saja. Hadi nama orang itu, seorang juragan sukses yang memiliki sebagian besar lahan di daerah itu, tutur Surti.
Dari situ Fahri mulai tertarik untuk melakukan penelitian khusus pada Yanti. Diam-diam ia memperhatikan perkembangan hubungan sosial Yanti dengan keluarga, warga sekitar, dan terutama calon suaminya. Di sela-sela waktu Fahri juga sering mengajak Yanti ngobrol untuk sumber bahan penelitian skripsinya. Dari obrolan-obrolannya dengan Yanti, Fahri mulai tahu tentang segala yang sebenarnya terjadi pada Yanti. Jadi sebenarnya Yanti adalah korban eksploitasi anak oleh orang tua, pada dasarnya ia ingin sekali bersekolah layaknya anak-anak lain yang seperti ia lihat di layar TV tetangganya. Namun karena berbagai macam faktor secara terpakasa ia harus menerima suntingan seorang juragan.
Cerita-cerita yang dituturkan Yanti sedikit demi sedikit membuat hati Fahri iba akan fakta yang dihadapi Yanti. Sehingga di sela-sela penelitiannya, ia sempat-sempatkan untuk mengajari Yanti beberapa ilmu formil yang Fahri dapat selama hidupnya. Mungkin tak selayak di sekolah sebenarnya, paling tidak ia bisa sedikit mentuntaskan kehausan Yanti akan ilmu. Tak disangka kedekatan Yanti dan Fahri itu disalah definisikan oleh orang tua Yanti. Mereka menganggap kedekatan anaknya dengan mahasiswa itu akan berpengaruh pada rencana mereka untuk menikahkan anak bungsunya dengan Hadi. Sehingga mereka mulai resah akan kedatangan Fahri dalam keluarga itu.
Keresahan itu terus berkembang sehingga menjadi rasa jengkel. Tedjo dan Surti mulai mengadukan hal itu pada Hadi. Begitu mendengar berita dari Tedjo dan Surti bahwa Yanti telah menemukan orang yang ia cintai, emosi Hadi melunjak. Dia mulai memikirkan berbagai cara untuk menjauhkan Yanti dari Fahri. Ia mulai dari cara halus, ia datangi Yanti secara langsung dan membicarakan tentang masalah yang ia maksudkan, namun tetap saja Yanti seolah tak menghiraukannya. Meskipun sudah dijelaskan bahwa hubungan Yanti dan Fahri tak lebih dari hanya seorang teman, namun ketiga orang itu tetap terlalu berburuk sangka kepada Yanti dan Fahri. Bahkan mereka bertiga sempat memergoki Yanti dan Fahri  berdua ketika Fahri sedang mengajari Yanti Bahasa Inggris.
Sampai suatu ketika pasutri  itu tidak dapat menahan kejengkelannya kepada Fahri. Secara tak terhormat mereka mengusir Fahri dari kediaman mereka, bahkan dari desa yang mereka tinggali dengan bantuan Hadi si Juragan Kebun. Pertemuan yang hanya berlangsung beberapa hari itu berakhir sangat mengecewakan bagi Yanti. Seseorang yang merupakan satu-satunya jalan untuk menggapai impiannya harus pergi dengan cara yang sangat menyedihkan. Namun di saat-saat terakhir kepergiannya, Fahri sempat memberikan sebuah bingkisan pada Yanti. Akhirnya Fahri pun pergi dengan segala kenangan tentang harapan akan ilmu yang selalu didambakan oleh Yanti.
Setelah kejadian itu orang tua Yanti memiliki alasan kuat untuk menikahkan Yanti dengan Hadi lebih cepat. Akhirnya si gadis desa itu  harus mengikuti jalan takdir yang pada umumnya dialami oleh kebanyakan wanita seumurannya di daerah itu, yaitu menikah di usia belia dan menggantungkan masa depan pada sebuah jalinan pernikahan. Sebagai seorang manusia biasa, ia mengalami hal yang sangat berat bagi sebayanya. Mengalami apa yang sebenarnya belum waktunya untuk dia mengalami itu.
Tiga belas bulan sudah pernikahannya dengan Hadi. Setelah kelahiran anak pertamanya, ibu remaja itu teringat akan sesuatu yang ditinggalkan Fahri menjelang kepergiannya. Sebuah bingkisan berupa tas. Ia tak tahu apa yang ada dalam tas tersebut. Ketika ia buka tas itu, begitu girangnya dia ketika melihat satu tas penuh berisi buku-buku bacaan yang akan mengisi kehausannya akan ilmu. Tanpa ia sia-siakan waktu, langsung saja dia baca buku itu satu persatu. Di mata Yanti, buku-buku itu terlihat bagaikan satu meja penuh makanan lezat yang sudah bersiap untuk disantapnya. Sejak saat itu kehidupannya tidak pernah lepas dari buku-buku pemberian Fahri. Ia manfaatkan waktu luangnya untuk mebaca buku-buku itu sampai dia benar-benar menguasai isi dari buku-buku tersebut.
Setelah percerainnya dengan Hadi akibat kemunafikan dan ketamakan sang juragan itu, Yanti pun bebas untuk melakukan apa saja yang dia inginkan. Ia berinisiatif untuk mengamalkan sedikit ilmu yang ia dapatkan dari Fahri dan buku-buku yang telah ia baca kepada bocah-bocah sekitar. Dia mulai dengan mengumpulkan beberapa bocah desa untuk mendapatkan bimbingan darinya, meskipun begitu banyak orang tua yang menentang. Tak disangka ide kecil itu berkembang pesat, dari satu dua orang anak kini Yanti sudah memiliki belasan murid. Perlahan tetapi pasti, ide kecil itu terus berkembang pesat. Sampai sekarang telah dibangun sebuah bangunan sekolah dasar swasta dengan Yanti selaku Kepala Sekolah. Sedangkan saat kita memasuki ruangan kantornya disana tertera jelas susunan nama para donatur sekolah dengan donatur utama M. Fahri M. So.